Rapat Pleno XII – Forum Masyarakat Statistik, 2023

Masa pemerintahan Kabinet Indonesia Maju akan segera berakhir, dan Pemilihan Umum akan diselenggarakan pada awal tahun 2024. Lembaga-lembaga survei menyampaikan hasil survei elektabilitas yang berbeda. Sehubungan dengan itu, Forum Masyarakat Statistik (FMS) melaksanakan Rapat Pleno XII FMS tahun 2023 pada tanggal 6 Desember 2023. Rapat ini dilaksanakan secara hybrid di Ruang Video Conference Badan Pusat Statistik dan melalui zoom meeting. FMS menghadirkan CEO dari salah satu lembaga survei di Indonesia, yakni PolMark Indonesia, Eep Saefullah sebagai narasumber dalam rapat pleno kali ini.

Rapat pleno ini dibuka oleh Bustanul Arifin selaku ketua FMS periode 2023-2024. Ia menjelaskan terkait FMS, terkait program kerja, keanggotaan, peran, dan produk yang dihasilkan, serta rencana agenda FMS di tahun 2024. Setelah itu, pembahasan kedua disampaikan oleh Eep Saefullah. Ia menjelaskan bahwa saat ini terdapat perang antar hasil survei dari berbagai lembaga, dan ini menjadi fenomena yang skalanya paling besar dibandingkan dengan peristiwa lainnya. Selain itu, ia juga menyampaikan kekeliruan-kekeliruan saat membaca hasil survei, yakni keliru dalam memosisikan hasil Survei Politik seolah-olah menggambarkan keadaan pada 14 Februari 2024 (Hari Pemungutan Suara), keliru jika kita menilai hasil Survei Politik tidak satu paket dengan menimbang metodologi surveinya, keliru dengan memosisikan data hasil Survei Politik, misalnya soal preferensi pilihan dan penilaian atas keadaan sebagai sesuatu yang final, dan keliru dengan menjadikan hasil Survei Politik semata-mata sebagai alat untuk mobilisasi atau penggalangan pemilih.

Eep kemudian menyampaikan terkait agenda dan permasalahan yang dilakukan oleh lembaga survei, diantaranya metodologi yang tidak sempurna, adanya kebocoran kerangka sampel kepada client yang mengarahkan kepada adanya treatment terhadap calon sampel yang menyebabkan hasil survei menjadi bias, adanya beberapa daerah yang tidak memperbolehkan adanya survei, serta mengotak-atik margin of error. Hal ini menunjukkan perlu adanya code of conduct Publikasi Hasil Survei Politik agar hasil survei tidak dipolitisasi. Selain itu, perlu juga adanya kolaborasi profesional antara asosiasi penyelenggara survei perilaku pemilih dengan kalangan profesional statistik.

Sesi pun dilanjutkan dengan diskusi. Dalam diskusi, Ikhsan menyampaikan bahwa Regulasi mengatur terhadap kerugian dari yang dilakukan oleh lembaga survei, sedangkan lembaga survei tidak merugikan siapapun. Namun Eep menyanggah bahwa yang dirugikan oleh tidak benarnya lembaga survei yaitu publik. Bagi pihak yang meng-hire justru akan diuntungkan karena penyelewengan metodologi sehingga cenderung lebih murah. Selain itu, Jahen mengatakan bahwa terdapat respon terkait komentar jurnalis tempo di podcastnya tempo (bocor halus) terkait survei yang tidak random sampling ditambah lagi dengan isu selection bias. Eep pun menanggapi, jika metodologi random sampling dilakuan dengan baik (misal, multistage random sampling) maka selection bias tidak akan terjadi. Selain itu, penyebab selection bias yang mungkin terjadi adalah karena kerangka sampel diambil dari kumpulan responden sebelumnya.

Terdapat beberapa poin penting yang menjadi highlight dalam rapat kali ini, yakni dalam rangka meminimalisasi “politisasi Survei Politik” perlu adanya penyusunan dan penegakkan code of conduct Publikasi Hasil Survei Politik. Dengan begitu,  public accountability penyelenggaraan Survei Politik dapat dijaga dan ditegakkan. Selain itu, perlu adanya kolaborasi profesional antara asosiasi penyelenggara survei perilaku pemilih dengan kalangan profesional statistik.

 

 

Leave a Reply