You are currently viewing <strong>Rapat Pleno VII, 2021</strong>

Rapat Pleno VII, 2021

Topik utama pada Rapat Pleno ke-VII tahun 2021 adalah “Data Sharing, Strategi Interoperabilitas dan Pengamanan Data Individu” yang disampaikan oleh Widyawan, Ph.D yang merupakan pakar big data dari Universitas Gadjah Mada dan sekaligus juga sebagai anggota FMS. Selain topik utama, pada rapat tersebut juga dibahas agenda BPS dibawah kepemimpinan Kepala BPS yang baru (Dr. Margo Yuwono) serta hal-hal lain terkait rencana kerja FMS seperti hasil rapat Pokja, persiapan Simposium Statistik Kebencanaan, dan pembagian tugas penulisan artikel untuk dimuat dalam buletin FMS (Statistical & Policy Brief). Rapat ini dilakukan secara virtual dan dipimpin oleh Ketua FMS, Prof. Bustanul Arifin.

Dalam paparannya, Margo menyampaikan harapan kerjasama antara FMS dan BPS kedepan, dimana FMS diharapkan: 1) Memberikan dukungan dan masukan dalam pengembangan data sektoral untuk terwujudnya Satu Data Indonesia; 2) Menjembatani permasalahan “data individu” antar instansi pemerintah untuk membantu pengembangan statistik makro; 3) Membantu proses penguatan regulasi untuk mendukung peran BPS agar semakin kuat; 4) Memberikan dukungan pengembangan metode statistik baru di BPS; dan 5) Memberikan dukungan atas pemanfaatan sumber data baru termasuk high frequency data dan data filantropi serta big data untuk official statistics

Sementara pada topik utama rapat, Widyawan menyampaikan bahwa dalam era data sharing, strategi terkait interoperabilitas dan pengamanan data individu menjadi semakin penting. Tujuan dari pengamanan data digital ada 3, yaitu terjaminnya kerahasiaan, mencegah data diubah oleh pihak yang tidak berhak (integritas) dan ketersediaan data yang tidak ditahan.

Permasalah ketersediaan data biasanya dipicu karena data silo, validitas data yang memiliki banyak sumber, interoperabilitas dari banyaknya sumber data serta serangan kepada sistem. Strategi mencapai interoperbilitas adalah harus adanya platform interoperabilitas yang disepakati untuk menjadi penghubung antar data yang terdistribusi di setiap institusi. Dalam pelaksanaannya harus ditunjuk penjamin ketersediaan dan veracity datanya (single point of truth). Data secara fisik masih berada pada institusi pengelola data tersebut namun bisa dibagipakaikan melalui platform tersebut. Regulasi tentang data juga memegang peran penting. Banyak praktik interoperabilitas yang terhambat karena regulasi. Sehingga omnibus law data dirasa diperlukan untuk menjamin platform. Terakhir, perlu adanya orkestrator tunggal untuk mengatur berjalannya proses interoperabilitas dari data yang terdistribusi tadi.

Leave a Reply