Rapat Pokja Sosial II FMS, 2021

Rapat Kelompok Kerja Sosial FMS ke-II Tahun 2021 memiliki topik utama mengenai pengukuran kemiskinan absolut dan pengalaman Malaysia dalam melakukan perubahan pengukuran kemiskinan. Rapat yang dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 4 Mei 2021 ini dipimpin oleh Dr. Asep Suryahadi, Sailesh Tiwari (Bank Dunia), dan Ken Simler (Bank Dunia).

Metode pengukuran kemiskinan di Indonesia saat ini telah dikembangkan dan digunakan sejak tahun 1998. Dengan demikian, saat ini sudah berumur kurang lebih 20 tahun dan membutuhkan revisi atau upgrade, karena dalam kurun waktu lebih dari dua dekade, terjadi banyak perubahan pada komoditas yang dikonsumsi masyarakat. Sebagian komoditas tidak dikonsumsi lagi oleh orang miskin. Di sisi lain, ada komoditas baru yang secara signifikan dikonsumsi oleh orang miskin. Selain itu, terdapat beberapa kritik dari para pakar terhadap metode pengukuran kemiskinan yang Indonesia gunakan saat ini. Kritik yang paling menonjol adalah dari Martin Ravallion yang menyatakan bahwa metode pengukuran kemiskinan Indonesia saat ini relatif lemah, dan berarti ukuran kemiskinan akan naik ketika konsumsi per kapita orang kaya juga naik. Sehingga sulit untuk memantau perbaikan dan mengukur dampak program.

Penggunaan garis kemiskinan baru di Malaysia diumumkan pada Juli 2020 bersamaan dengan hasil laporan HIES 2019. Pengumuman awal dibuat oleh Menteri Ekonomi (EPU) di Departemen Perdana Menteri. Malaysia melakukan hitung ulang kemiskinan tahun 2016 menggunakan garis baru untuk menunjukkan tren dari survei tahun 2016 ke survei 2019. Secara teknis, perubahan garis kemiskinan Malaysia menggunakan pendekatan kuasi-CBN (Cost Basic Needs/Biaya Kebutuhan Dasar) yang sama seperti di masa lalu, tetapi menggunakan makanan berkualitas lebih tinggi yang memenuhi kebutuhan nutrisi selain kalori (komposisi keranjang normatif), dan memasukkan lebih banyak barang dan jasa bukan makanan ke dalam referensi keranjang kemiskinan. Pakar menganggap bahwa ketika negara-negara menjadi lebih makmur, standar minimum yang diterima dapat dan bisa meningkat, yang mencerminkan norma-norma sosial yang diperbarui. Selain itu, peningkatan standar kemiskinan sama sekali tidak mengubah tren historis pengurangan kemiskinan.

Pengalaman Malaysia sangat berguna sebagai pertimbangan Indonesia dalam melakukan revisi metode pengukuran kemiskinan, apa yang harus dilakukan, dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Rapat Pokja FMS selanjutnya akan membahas laporan terakhir dari tim BAPPENAS dan BPS yang sudah melakukan exercise revisi penghitungan garis kemiskinan.

Leave a Reply